Kamis, 30 Agustus 2012

Kelainan dalam Lamanya Kehamilan Meliputi Abortus dan Imatur


Kelainan dalam Lamanya Kehamilan Meliputi Abortus dan Imatur

Pe     Pendahuluan : Definisi Dan Klasifikasi Pada Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan


 Seperti telah diterangkan, lamanya kehamilan yang normal 280 hari atau 40 minggu dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Kadang-kadang kehamilan berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebihi waktu yang normal. Berakhirnya kehamilan menurut lamanya kehamilan berlangsung dapat dibagi sebagai berikut :

Lamanya Kehamilan
Berat anak
istilah
< 22 minggu
<500 g
Abortus
22-28 minggu
500g-1000g
Partus immaturus
28-37 minggu
1000g-2500g
Partus praematurus
37-42 minggu
>2500-4500g
Partus aterm (maturus)
>42 minggu
>4500g
Partus serotinus

1.      Abortus
v Definisi dan Etiologi Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan1.
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.  Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.6
Etiologi atau penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut.
a.         Faktor genetik (berupa mendelian, multifaktor, robertsonian, resiprokal) ; Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan pligenik atau multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip. Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada wal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari kejadian abortus karena kejadian sitogenik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal, dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortus, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
b.         Faktor Kelainan kongenital uterus : seperti anomali duktus Mulleri, septum uterus, uterus bikornis, inkompetensi serviks uterus, mioma uteri, sindroma Asherman. Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 – 1/ 600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal (prematur, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidak memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosa) yang akan menimbulkan gangguan. Sindroma Asherman bisa menyebabkan gangguan tempat implantasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Resiko abortus antara 25-80%, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi (HSG) dan ultrasonografi.
c.         Penyebab Autoimun : Terdapat hubungan yang nyata tentang abortus berulang dan penyakit autoimun. Misalnya pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10%, dibending populasi umum. Bila digabung dengan peluang terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 & 3, maka diperkirakan 75% pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negatif dan fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin antibodies (aCLs) , dan biologically false-positive untuk  syphilis (FP-STS). APS (antiphospholipid syndrome) sering juga ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklampsi, IUGR dan prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena, trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi trombosis vaskular, komplikasi kehamilan, kriteria laboratorium, antibodi fosfolipid/ antikoagulan.
d.         Penyebab infeksi : Teori peran mikroba infeksi terhdap kejadian abortus mulai di duga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain Bakteri (Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis), virus (sitomegalovirus, rubela, Herpes simpleks virus “HSV”, Human Immunodeficiency Virus “HIV”, parvovirus), parasit (toksoplasmosis gondii, Plasmodium falsifarum), dan spirokaeta (treponema pallidum).  Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus/EPL, diantaranya yaitu adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta, infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup, infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin, infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misal Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi, amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes), memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal (misalnya rubela, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela zoster, kronik sitomrgalovirus CMV, HSV)
e.         Faktor Lingkungan : diperkirakan 1-10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
f.           Faktor hormonal : Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada koordinasi yang baik sistem pengatur hormon maternal. Oleh karena itu, perlu perhatian langsung terhadap sistem hormon secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutama kadar progesteron.
g.         Faktor Hematologik : Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor antikoagulan, penurunan aktivitas fibrinolitik.

v Macam-macam Abortus
Abortus dapat dibagi sebagai berikut:
Abortus spontan : Terjadi dengan sendirinya,  keguguran yang merupakan ± 20% dari semua abortus. Penyebabnya adalah pada ibu hamil muda, abortus selalu didahului oleh kematian janin. Kemudian kematian janin ini dapat disebabkan oleh kelainan telur (kelainan kromosom berupa trisomi atau polyploidi) dan penyakit ibu (infeksi akut, kelainan endokrin, trauma, kelainan alat kandungan). Kelainan telur menyebabkan kelainan pertumbuhan yang sedemikian rupa hingga janin tidak mungkin hidup terus, misalnya karena faktor endogen seperti kelainan kromosom (trisomi  dan polyploidi). Kelainan pertumbuhan selain oleh kelainan benih dapat juga disebabkan oleh kelainan lingkungan atau faktor exogen (virus, radiasi, dan  zat kimia).
Aborsi Provocatus  : terjadi dengan sengaja, digugurkan 80% dari semua abortus. Abortus provocatus ada 2  yaitu abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus. Abortus provocatus artificialis adalah penguguran kehamilan, biasanya dengan alat-lat dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa kematian bagi ibu. Misalnya seorang ibu memilki penyakit berat. Sedangkan abortus therapeuticus pada kehamilan  dibawah 12 minggu dapat dilakukan dengan pemberian prostaglandin atau curettage dengan vakum (penyedotan) dengan sendok curet. Pada kehamilan yang tua diatas 12 minggu dilakukan hysteromi, dengan cara disuntikkan garam hypertonis 20% atau prostaglandin intra-amnial. Indikasi untuk abortus therapeuticus misalnya: penyakit jantung (rheuma), hipertensi essentialis, carcinoma dari serviks. Dalam menghadapi abortus artificialis, pertimbangan terhadap intervensi abortus dilakukan oleh minimal 3 dokter spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa. Bila perlu ditambah dengan tokoh agama terkait, setelah dilakukan terminasi kehamilan, harus diperhatikan agar ibu dan suaminya tidak mengalami trauma psikis di kemudian hari. Sedangkan abortus provocatus criminalis adalah penguguran kehamilan tanpa alasan medis yang syah dan dilarang oleh hokum.
Abortus imminens adalah terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi ini, kehamilan masih mungkin berlanjut dan dipertahankan2 . Abortus imminens adalah abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya.3 Abortus Imminens (keguguran mengancam) yang artinya abortus  ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahkan.
Jika seorang ibu yang hamil muda mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain dari abortus  misalnya
plasenta sign (gejala plasenta) yaitu perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah disekitar plasenta. Gejala ini selalu terdapat pada kera marcus rhesus yang hamil, atau juga bisa disebabkan oleh erosio portionis juga mudah berdarah pada kehamilan. Pengobatan pada abortus imminens;  Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat berlangsung terus, pasien dianjurkan istirahat cukup, kemudian dapat diberikan sedativa (misalnya luminal, kodein, morphin), kemudian diberikan progesteron 10 mg sehari untuk terapi subtitusi dan untuk mengurangi kerentanan otot-otot rahim (misalnya gestanon). Istirahat rendah tidak usah melebihi 48 jam. Kalau telur masih baik, perdarahan dalam waktu ini akan berhenti. Kalau perdarahan tidak berhenti dalam waktu 48 jam maka kemungkinan besar terjadi abortus dan istirahat hanya menunda abortus tersebut. jika perdarahan berhenti, pasien harus menjaga diri jangan banyak bekerja dan coitus dilarang selama dua minggu. Jika perdarahan disebabkan oleh erosi, maka erosi diberikan nitras argenti 5 – 10% kalau sebabnya polip maka polip diputar sampai tangkainya terputus.
Selanjutnya kita perhatikan apakah janin masih hidup dengan menentukan apakah rahim terus membesar. Jika janin telah mati, maka rahim tidak membesar dan reaksi Galli Mainini menjadi negatif, tetapi baiknya dialkukan sekurang-kurangnya 2 kali berturut-turut .
Abortus Incipiens (keguguran berlangsung), yang artinya abortus ini sudah berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Tanda-tandanya adalah perdarahan banyak yang kadang-kadang keluar gumpalan darah, nyeri karena kontraksi rahim yang kuat, akibat kontraksi rahim terjadi pembukaan. Untuk mempercepat pengosongan rahim diberikan oksitosin sebanyak 21/2 satuan tiap jam sebanyak 6 kali. Untuk mengurangi nyeri karena his boleh diberi saditiva. Jika pitosin tidak berhasil, dapat dialukan curettage asal pembukaan cukup besar.
Abortus incompletus (keguguran tidak lengkap) yang artinya sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan tapi sebagian biasanya jaringan plasenta masih teringgal didalam rahim. Gejala-gejalanya yaitu setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus, serviks tetap terbuka karena masih ada benda didalam rahim yang dianggap corpus allieum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan lama, serviks akan mentutup kembali. Abortus incompletus harus segara dibersihkan dengan curettage. Selama masih ada sisa-sisa plasenta akan terus terjadi perdarahan.
Abortus completus (keguguran tidak lengkap) yang artinya seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap. Kalau telur lahir dengan lengkap maka abortus disebut komplit. Maka hendaknya pada abortus kita selalu periksa jaringan yang dilahirkan. Pada abortus  completus perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali, karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga akan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, maka abortus incompletus atau endometritis post abortus harus dipikirkan.
Missed abortion (keguguran yang tertunda) yang artinya keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke 22, teapi tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih setelah janin mati. Gejala-gejalanya yaitu rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi janin, buah dada mengecil kembali, gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhea berlangsung terus, biasanya keadaan ini berakhir dengan keadaan abortus yang spontan selambat-lambatnya enam minggu setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali maka janin lebih cepat dikeluarkan, sebaliknya kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortion lebih aktif karena adanya oksitosin dan antibiotik. Segera setelah kematian janin dapat dipastikan, diberi pitosin misalnya 10 satuan dalam 500 cc glukosa. Kalau tidak terjadi abortus dengan pitosin infus ini, sekurang-kurangnya terjadi pembukaan yang memudahkan curettage.
Abortus habitualis (keguguran yang berulang-ulang) yang artinya aborts yang telah berulang berturut-turut biasanya terjadi 3 kali berturut-turut. Sebab-sebab abortus habitualis dibagi dalam 2 golongan yaitu sel benih yang kurang baik (pada saat ini kita belum tahu bagaimana mengobatinya) dan lingkungan yang tidak baik (hal-hal yang dapat mempengaruhi lingkungan adalah dysfungsi glandula thyroidea “hypofungsi kelenjar ini dapat diobati dengan pemberian thyreoid hormon”, kekurangan hormon-hormon corpus luteum atau placenta “kekurangan hormon diatasi dengan terapi substitusi misalnya sering diberi progesteron”, defisiensi makanan seperti asam folin, kelainan anatomis dari uterus yang kadang-kadang dapat dikoreksi secara operatif “uterus duplex”, cervix yang incompetent yaitu cervix yang incompetent sudah membuka pada bulan empat ke atas sehingga akibatnya ketuban mudah pecah dan terjadi abortus. Cervix dapat menjadi incompetent setelah partio amputansi atau karena robekan cervix yang panjang. Abortus karena cervix yang incompetent dapat dicegah dengan operasi Shirodkar atau Mac Donald, hypertensia essentialis, golongan darah suami istri yang tidak cocok; sistem ABO atau faktor Rh, toxoplasmose).

v Etiologi
Faktor-faktor penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut :
-           Kelainan kromosom ; Kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi, poliploidi dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks.
-          Lingkungan kurang sempurna ; Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehinggga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.
-          Pengaruh dari luar ; Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.
-          Kelainan pada plasenta ; Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
-          Penyakit Ibu ; Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya:
o  Infeksi akut yang berat : pneumoni, typfus, dan lain-lain. dapat menyebabkan abortus atau partus, praematurus. Janin dapat meninggal oleh toxin-toxin atau karena penyembuan kuman-kuman sendiri. Akan tetapi keadaan ibu yang toxis dapat menyebabkan abortus walaupun janin hidup.
o  Kelainan endokrin, misalnya kekurangan progesteron atau disfungsi kelenjar gondok.
o  Trauma, misalnya laparotomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus.
o  Kelainan alat kandungan seperti hypoplasia uteri, tumor uterus, seviks yang pendek, kelainan endometriu yang dapat menimbulkan abortus.
-          Patologi : Kelainan yang terpenting adalah prdarahan dalam desidua dan nekrose sekitarnya. Karena perdarahan ini ovum terlepas sebagian atau seluruhnya dan berfungsi sebagai benda asiing yang menimbulkan kontraksi. Kontraksi ini akhirnya mengeluarkan isi rahim. Sebelum minggu ke 10 biasanya telur dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan karena sebelum minggu ke 10 villi choralis belum menanamkan diri dengan erat kedalam desidua, sehingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke 10-12 chorion tumbuh cepat dan hubungan villi chorialis dengan desidua makin erat., hingga mulai saat terrsebut sering sisa-sisa chorion (plasenta) tertinggal terjadi abortus.
-          Penyakit bapak, umur lanjut, penyakit kronis seperti : TBC, anemi, dekompensasi, kordis, mainutrisi, netritis, sufilis, keracunan, sinar rontgen dan avitaminosis.1
-          Penyulit Abortus ; Kebanyakan penyulit dari abortus disebabkan abortus criminal’s walaupun dapat timbul juga pada abortus yang spontan. Perdarahan yang hebat. Infeksi kadang-kadang sampai terjadi sepsis, infeksi dari tuba dapat menimbulkan kemandulan. Renal failure (faal ginjal rusak) disebabkan karena infeki dan shock. Pada pasien dengan abortus diurese selalu harus diperhatikan. Pengobatan dengan pembatasan cairan dan pengobatan infeksi. Shock bakteriil terjadi shock yang berat, rupa-rupanya oleh toksin-toksin. Pengobatannya adalah dengan pemberian antibiotik, cairan, kortikosteroid dan heparin. Perforasi: ini terjadi waktu curettage atau karena abortus Criminalis.

2.      Imatur
Seperti telah di terangkan, lamanya kehamilan yang normal adalah 280 hari atau 40 minggu di hitung dari hari pertama haid yang terakhir. Kadang-kadang kehamilan  berakhir sebelum waktunya dan ada kalanya melebhi waktu yang normal. Kelainan lamanya kehamilan salah satunya yaitu imatur, lamanya kehamilan imatur berkisar antara 22-28 minggu. Dan berat anaknya sekitar 500-1000g.
v Patofisiologi
Menurut dr Botefilia SpOG, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, ada beberapa faktor yang menyebabkan kematian janin dalam kandungan, antara lain :
-       Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
-       Preeklampsia dan eklampsia.
-       Perdarahan
v Etiologi dan Faktor Predisposisi
Adapun penyebabnya:
-       Perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta.
-       pre eklamsi dan eklamsi.
-       penyakit kelainan darah.
-       penyakit infeksi menular
-       penyakit saluran kencing.
-       penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
-       malnutrisi

Faktor predisposisi IUFD :
a.    Factor ibu (High Risk Mothers):
-       status social ekonomi yang rendah.
-       tingkat pendidikan ibu yang rendah.
-       umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun.
-       paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
-       tinggi dan BB ibu tidak proporsional.
-       kehamilan di luar perkawinan.
-       kehamilan tanpa pengawasan antenatal.
-       ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan.
-       ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati.
-       riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu.
b.    factor Bayi (High Risk Infants) ;
-       bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital.
-       bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation).
-       bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social.
c.    factor yang berhubungan dengan kehamilan :
-       abrupsio plasenta.
-       plasenta previa.
-       preeklamsi / eklamsi.
-       Polihidramnion.
-       inkompatibilitas golongan darah.
-       kehamilan lama.
-       kehamilan ganda.
-       Infeksi.
-       Diabetes
v Penanganan Terapi
a.    Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.    Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.    Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan.
Maka sering dilakukan terminasi kehamilan :
1.      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan. Persiapan: Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik. Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu : pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin. Tindakan: Kuretasi vakum Kuretase tajam Dilatasi dan kuretasi tajam  .
2.      Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu. Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama  Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3.      Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu. Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.  Pemasangan batang laminaria selama 12 jam. Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit. Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati. Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati. Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4.      Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan. Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama. Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD). Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu. Kombinasi ketiga cara diatas. Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

0 komentar:

Posting Komentar